lonjakan harga tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian politik pasca-pemilu, peningkatan permintaan beras dari luar kota, serta cuaca yang tidak menentu yang memengaruhi produksi lokal. Sebagai hasilnya, harga beras jenis apapun di pasaran naik secara tajam, memberikan tekanan tambahan pada rumah tangga yang sudah berjuang menghadapi dampak ekonomi pandemi.
Warga Nganjuk pun merasa kebingungan dan terbebani dengan kenaikan harga tersebut, terutama bagi mereka yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok. Beberapa di antara mereka mengaku harus merancang ulang anggaran mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
“Harusnya pemerintah memberikan tanggapan terhadap situasi ini dengan mengambil langkah untuk mengendalikan harga beras dan meringankan beban ekonomi bagi warga,” ungkap Utami.
Sementara itu, masyarakat Nganjuk tetap berharap agar situasi ini dapat segera ditangani dan harga beras kembali stabil sehingga kebutuhan pokok mereka dapat terpenuhi tanpa harus mengorbankan kebutuhan lainnya.
“Iya, kalau bisa di turunkan dan di stabilkan harganya agar masyarakat seperti saya dapat terpenuhi tanpa harus mengorbankan kebutuhan lainnya,” jelas Yayuk.
”Apalagi, di tengah situasi seperti ini, selain mendekati bulan puasa ramadhan juga mendekati musim masuk sekolah anak didik baru juga kebutuhan bahan pokok lainnya ikut naik harganya, seperti cabai sekarang mencapai 80 ribu perkilogram dan tomat sekarang 20 ribu perkilogram,” ujar Yayuk.
“Kalau terus seperti ini. Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga, apa jadinya Ibu rumah tangga seperti saya ini.Suami penghasilan kerjanya pas pasan, harga kebutuhan pokok naik, anak masuk ke jenjang sekolah lebih tinggi. Ini akan berdampak buruk bagi warga,” keluh Yayuk.(rnd)