Salah satu masyarakat, Waluyo, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa politik semacam ini dapat menciptakan polarisasi di tingkat akar rumput. “Banyak warga yang akhirnya terpecah karena merasa dikondisikan oleh aparatur desa sendiri, padahal mereka harusnya netral,” katanya.
Menanggapi kekhawatiran ini, menurut Waluyo, harusnya aparatur desa menjaga profesionalisme dan netralitas mereka selama masa kampanye dan menjunjung tinggi integritas pemerintahan desa.
“Aparatur desa adalah pelayan masyarakat, bukan alat politik. Saya harap mereka dapat menghindari keterlibatan dalam kegiatan politik yang bisa merusak kepercayaan publik,” pungkas Waluyo.**